Paman Jangan Racuni Aku dan Anakmu Kelak

Sumber foto: id.pinterest.com

Liburan panjang kali ini aku tak pulang ke kampung halaman, Lombok. Pikirku uang untuk pesan travel dan tiket pesawat bisa ditabung untuk keperluan kuliah.

Bulan juli depan aku juga harus mengikuti KKN (Kuliah Kerja Nyata) reguler yang diwajibkan kampus bagi mahasiswanya. Jadilah, rumah nenekku yang di Jawa menjadi tujuan mudikku.

Di dalam kereta aku merebahkan punggungku serta kepala ke kursi kereta. Kupalingkan wajahku ke kanan, berharap ada pemandangan yang bisa menemani kesuntukan malam ini. Tapi dari jendela kereta hanya terlihat cahaya-cahaya kecil pantulan lampu-lampu rumah warga.

Tut tut... tut tut...

“Penumpang sekalian, lima menit lagi kita akan sampai di stasiun Kalisetail. Harap bersiap-siap dan pastikan barang bawaan Anda tidak tertinggal. Terima kasih telah mempercayai PT Kereta Api Indonesia,” suara seorang wanita dari loudspeaker kereta. 

Akhirnya sampai juga.
Di stasiun kutoleh ke kanan dan kiri, mencari-cari pamanku. Oh, itu dia sedang tersenyum padaku. Sudah satu tahun tak bertemu, pipinya terlihat semakin cekung. Ku salami lalu tanpa berlama-lama kami pun menuju rumah nenek.

Di atas motor, aku tanyakan soal calon istri paman. Ya, pamanku ini belum menikah padahal usianya sudah sangat matang.

“Alhamdulillah...akhirnya,” ucapku sambil diselingi tawa mendengar paman akhirnya sudah punya calon.

Bulan September mendatang ia akan menikah dengan seorang perempuan bernama Nuri. Nuri seorang perempuan yang pendiam, tapi dia cukup pandai bergaul dengan orang baru. Contohnya aku.

Sewaktu sedang menggoreng si tempe dan tahu di dapur, Nuri tiba-tiba mengagetkanku. Sutil dalam peganganku pun terjatuh. Itulah kali pertama aku mengenal calon istri pamanku.
Aku meminta pamanku mengajak Nuri ke ruang tamu daripada harus menungguku di dapur, karena aku malah jadi grogi. Haha

Selesai menggoreng si tempe dan tahu, aku menyusul ke ruang tamu untuk mengobrol bersama Nuri. Sedangkan pamanku sibuk memercikkan koreknya ke arah sigaret yang diapit mulutnya.

Ketika melihatnya, aku langsung mendumel panjang kali lebar. Aku tak suka bila pamanku merokok. Dulu ia batuk-batuk karena rokok, sekarang pipinya semakin cekung ya karena rokok, dan parahnya aku tak bisa berlama-lama di dekat orang merokok. 

Rokok seperti racun, tapi lebih berbahaya ketimbang racun biasa. Korban rokok tak hanya orang yang merokok itu sendiri, tetapi orang lain entah itu teman, kerabat, bahkan orang-orang yang tersayang pun bisa menjadi korbannya.  

Rasanya sesak ketika mencium asapnya. Sehingga, bila ada yang merokok aku akan menjauh darinya atau menutup hidungku dengan tangan dihadapan perokok.

“Iya.. ini kan sudah ngurangi. Satu hari cuman dua rokok lho,” ungkap pamanku.
“Hehe, iya tuh Nis marahin,” celetuk Nuri.

Aku bilang pada pamanku bahwa dia harus berhenti merokok ketika sudah berkeluarga nanti. Untung Nuri juga sepakat denganku. Dia ingin pamanku berhenti merokok ketika telah menikah dengannya.

Sudah banyak korban rokok dari kalangan anak-anak. Aku takut rokok yang menjadi cemilannya tiap hari bisa meracuni anaknya kelak. Paman, kumohon berhentilah merokok.  

Malam ini kami habiskan dengan ngobrol-ngobrol yang menurutku krik krik banget haha. Tapi tak apalah yang penting aku sudah mengajaknya bicara. Setidaknya melalui obrolan singkat itu, aku sedikit tau karakter calon istri pamanku.  
  


Tulisan ini dibuat tanggal 30-06-2017 baru dipublikasikan sekarang >.< hehe.
Pamanku sudah menikah bulan September lalu, semoga dia membaca ini dan berhenti merokok. :)
Previous
Next Post »
0 Komentar